This book is dedicated to telling stories of women who were given no hope by their doctors but ended up with babies.
Click here to order your copy of the silent syndrome @$14.99.
Saya bernama Yenny, usia 40 dan tinggal di bandung. Sudah menikah 3 tahun dan belum dikaruniai anak. Saya sampai pada website mengenai asherman ini ketika browsing mengenai kondisi saya yang tidak mengalami haid setelah dikuret. Kuret pertama adalah April tahun 2010 dan kuret kedua adalah July 2011. Alasan kuret adalah karena janin tidak berkembang, dan kedua kuret dilakukan pada umur 8-10 minggu janin.
Kira-kira 6 bulan setelah kuret pertama saya merasa haid menjadi singkat yaitu hanya 2 hari saja serta sangat sedikit (memakai panties saja cukup). Siklus haid pun menjadi sangat panjang, biasanya yang hanya 28-29 hari menjadi 35 hari bahkan sampai 40 hari. Saya mencoba mengkonsultasikan hal ini dengan dokter kandungan saya dan juga beberapa dokter kandungan lain namun mereka tidak menganggap hal ini sebagai hal serius. Walaupun saya tahu ada yang tidak beres namun rupanya dokter-dokter itu tidak sependapat dengan saya.
Dalam keadaan haid seperti itu pada juni 2011 saya terlambat haid dan dinyatakan positif setelah cek lab. Namun karena janin tidak berkembang pada usia 7 minggu maka dikuret. Setelah dikuret ternyata saya tidak mengalami menstruasi sampai 2 bulan. Setelah konsultasi ke dokter kandungan saya (yang melakukan kuretasi) dan dicek via usg diketahui dinding rahim masih sangat tipis, diberilah obat hormon.
Namun setelah obat habis pun menstruasi tetap tidak datang dan saya kembali di-usg namun dinding rahim tidak nampak ada perubahan berarti dan saya kembali diberikan obat yang sama (diulang kembali) namun tetap tidak mens sampai obat habis. Saya akhirnya memeriksakan diri ke 2 dokter kandungan lain. Ketika saya tanyakan kemungkinan saya mengalami sindrom asherman, mereka mengatakan tidak mungkin. Mereka berdua mengatakan pada saya untuk mencoba kembali dengan obat hormon tipe lain. Mungkin saja saya tidak cocok dengan obat hormon tertentu dan varian hormon banyak jadi sebaiknya saya mencoba varian obat hormon yang lain.
Karena tidak puas saya lalu datang ke salah satu dokter ahli fertilitas, beliaulah yang mencurigai asherman sindrom ini. Menurut dokter ini sindrom asherman kebanyakan terjadi karena kuret yang terlalu agresif sehingga melukai dinding rahim dan mengakibatkan dinding rahim bagian dalam tsb menempel. Bisa juga dikarenakan infeksi. Dokter ini memberikan saya obat KB lingkaran biru (yang merupakan obat hormon juga) untuk saya habiskan. Namun setelah obat habis pun masih menstruasi belum datang. Seminggu setelah obat habis saya kontrol kembali, ketika di-usg terlihat ada perkembangan, dinding rahim mulai agak menebal. Jadi beliau pikir bukan sindrom asherman kelihatannya. Saya disarankan datang kontrol kembali setelah 10 hari.
Selama tidak menstruasi, saya mengalami sakit perut mulas seperti seolah-olah haid akan datang. Lamanya berkisar 3 hari dan terjadi dengan selang 1 bulan. Saya merasakan sakit seperti haid namun tidak ada darah haid yang keluar. Sakit perutnya pun melilit sekali.
Karena penasaran saya memeriksakan diri ke salah satu dokter senior di jakarta. Begitu mendengar histori dan melihat beberapa hasil USG, beliau menyimpulkan langsung bahwa saya kena sindrom asherman dan harus dioperasi (histeroskopi dan laparoskopi) segera mengingat sudah 6 bulan sejak kuret saya belum menstruasi. Histeroskopi untuk membuka rahim yang menempel, laparoskopi untuk melihat lainnya karena saya katakan kalau saya masih ingin berusaha hamil.
Ketika itu jadual saya kembali kontrol ke dokter fertilitas di bandung. Hasil usg menunjukkan hasil menggembirakan yaitu dinding rahim saya sudah lebih tebal dan beliau yakin bahwa menstruasi saya akan segera datang dan saya kembali diminta pulang dan menunggu haid yang diperkirakan datang dalam 1 minggu.
Selama menunggu ini saya kembali datang ke dokter di jakarta tsb dan beliau bertanya mengapa saya menunda operasi, saya dengan jujur katakan bahwa menurut USG terakhir oleh dokter di bandung, terlihat kalau dinding rahim saya sudah sangat tebal dan biasanya mens akan segera datang. Namun beliau beranggapan lain bahwa dinding rahim saya sudah menempel jadi walaupun tebal tapi tidak akan haid. Jadi saya dijadualkan operasi 3 minggu kemudian. Saya pikir jika 3 minggu kemudian pun saya belum haid, bisa jadi dokter senior inilah yang benar. Dan memang akhirnya saya tidak haid sampai hari jadual operasi. Dan saya akhirnya memutuskan untuk operasi mengingat waktu sudah sangat lama (6 bulan) sejak mens terakhir.
Hasil operasi menurut dokter sangat baik dan dipasang pula spiral bentuk S dalam rahim yang fungsinya adalah untuk menahan dinding rahim supaya tidak menempel kembali. Hasil lab setelah operasi menunjukkan kalau ada cairan dalam perut yang bisa jadi ini menyebabkan infeksi yang akhirnya mengakibatkan dinding rahim menempel.
Menurut dokter setelah 3 bulan kemudian dan menstruasi sudah dirasakan normal maka spiral boleh dilepas kembali. Sebulan setelah operasi, syukur pada Tuhan, haid datang dan terasa normal (dalam jumlah dan lama haid). Saya sekarang sudah 2 kali menstruasi dengan siklus 30 hari dan menunggu haid ke-3 untuk kemudian melepas spiral. Jika Tuhan menghendaki saya masih ingin berusaha hamil kembali.
This book is dedicated to telling stories of women who were given no hope by their doctors but ended up with babies.
Click here to order your copy of the silent syndrome @$14.99.
en Español (work in progress)
Conditions of third party use
Contents from this website may be reprinted only under the condition that the content is credited to International Ashermans Association and a URL link i.e. http://www.ashermans.org/
is included.